Senin, 31 Agustus 2015

Wisata Edukasi: Batu Secret Zoo

Masih Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Masih di komplek Jatim Park 2, tepatnya di Batu Secret Zoo, kebun binatang modern, edukatif, nan mengesankan.

Apa saja sih yang bisa kita temui di sini?

Namanya juga kebun binatang, tentu yang pertama terkesan dalam benak adalah hewan-hewan. Begitulah memang inti dari Batu Secret Zoo ini. Namun, bukan sembarang hewan biasa yang bisa kita temui di sini. Hewan di sini mewakili semua kelasnya, mulai dari avertebrata hingga vertebrata tingkat tinggi ada di sini. Semuanya ditampilkan dalam ruang hewan -read: kandang- yang dibuat sedemikian rupa menyerupai habitat aslinya. Contohnya adalah flamingo cantik ini.

Penataan ruang hewan di kebun binatang ini juga unik. Pengunjung dibuat berjalan berbelok-belok hingga semua bagian kebun binatang dilewati. Penampilan pertama hewan yang bisa kita lihat juga sudah mengesankan, yaitu tikus air raksasa. Asli, saya baru pertama kali tahu apalagi melihat tikus segede itu, lebih besar dari seekor kelinci dewasa. Selanjutnya kita bisa melihat berbagai jenis primata (kera), di sini saya mlihat primata terkecil di dunia. Kemudian mamalia lainnya, seperti rusa yang kebetulan berpose cantik seperti ini.

Tidak akan terlewat satu pun hewan di sana jika kita mengikuti alur yang telah disiapkan oleh pengelolanya. Hewan-hewan pun dikelompokkan berdasarkan famili dalam taksonomi mereka, misalnya kawanan kucing besar dikelompokkan sesama kucing besar seperti macan tutul, harimau sumatera, leopard, macan kumbang, gitu. Tentu dengan pemisahan, perawatan, dan ruang hewan yang baik juga. Mereka pun dikoleksi tidak hanya satu hewan per ruang, ada beberapa, supaya mereka ada teman kali ya? Sesama makhluk hidup mungkin mereka sama seperti manusia, butuh teman, hehe. Contohnya kura-kura raksasa ini.

Batu Secret Zoo ini adalah kebun binatang terbaik yang pernah saya lihat selama ini di Indonesia. Memang belum semua kebun binatang sih yang pernah saya kunjungi, tapi saya yakin kebun binatang ini memiliki konsep pemeliharaan hewan koleksi yang elegan. Mereka benar-benar memperhatikan kebutuhan hewan koleksinya. Hewan nokturnal seperti tarsius yang aktif di malam hari mereka tampilkan dalam ruangan yang memang dibuat seolah menjadi suasana malam hari. Kelompok hewan air juga ditampilkan dengan hiasan lampu-lampu yang membuat mereka semakin memukau. Saya suka, manusiawi banget.

Walaupun kebun binatang ini sangat luas, pengunjung tidak perlu khawatir tersesat ataupun bingung arah. Pengelola juga menyediakan peta di berbagai sudut lokasi wisata. Pengunjung dapat dengan mudah mencari dan menemukan tempat yang diperlukan, seperti musola, toilet, dan food court. Sangat membantu.

Ngomong-ngomong tentang e-bike, boleh juga nih dicoba memanfaatkan jasa penyewaan e-bike. Dengan merogoh kocek Rp100.000,00 lagi, pengunjung bisa mengelilingi komplek wisata selama 3 jam dengan e-bike. Bisa dipastikan tingkat kecapaian -read: capeeek- akan jauh lebih rendah dengan menggunakan e-bike dibandingkan dengan berjalan kaki.

Ohya, di jam-jam tertentu, pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan beberapa hewan koleksi, seperti memberi makan gajah dan berbagai jenis burung. Atau mau yang lebih seru juga ada poto bareng singa. Sayang waktu itu sudah terlalu sore saya melewati bagian ini. Tapi, saya masih sempat mengambil pose sang raja rimba duduk santai. Imut ya, dari jauh.

Satu lagi yang saya sangat suka dari Batu Secret Zoo. Bukan hanya menampilkan bervariasi koleksi hewan, mereka juga memasang papan di berbagai sudut yang berisi informasi atau kuis tentang hewan. Jelas sangat menghibur pengunjung dan tentu saja menambah pengetahuan seputar hewan. Konsep yang cerdik sekali.

Sebenarnya masih sangat banyak sudut yang belum diceritakan di sini, tapi sudah cukup lah ya sedikit menggambarkan Batu Secret Zoo. Sengaja, biar para orang tua penasaran membawa anak-anak tercinta untuk liburan edukatif ke tempat-tempat gini (untukmu dan saya sendiri nanti setelah punya anak, hehe).

Ohya, terima kasih spesial untuk Mbak Iis dan Kiyasah ya.

Minggu, 30 Agustus 2015

Wisata Edukasi: Eco Green Park

Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Tak terpikir sebelumnya saya akan pernah berkunjung ke sana. Hanya rencana tiba-tiba karena mengisi waktu luang antara selesai ujian kompetensi dan pengumumannya, lumayan, lama. Saat itu, Maret 2015.

Sebelum menentukan akan ke mana di kota ini, saya googling dulu. Banyak sekali tempat wisata di sini, pantas saja disebut kota wisata. Mengingat kesempatan di sana cuma beberapa hari dan uang saku terbatas, jadi saya harus memanfaatkan semua yang ada dengan seefektif mungkin. Satu tempat yang paling menarik perhatian saya, Eco Green Park. Karena satu kata 'Green' itu saja sih sebenarnya. Ekspektasi saya, taman ini penuh nuansa 'hijau', menarik kan?

Ternyata taman ini berdekatan alias dalam satu komplek Jatim Park 2. Kami pilih tiket paket gabungan kunjungan ke Jatim Park 2, Batu Secret Zoo, Eco Green Park, dan Museum Satwa. Rp80.000,00 per orang, menikmati semua yang disajikan di sana, dan entahlah, saya merasa tidak cukup cuma satu hari untuk semua tempat ini. Saya sangat suka.

Kami disarankan mengunjungi Eco Green Park terlebih dahulu karena tempat ini lebih cepat tutup dibanding tempat yang lain dalam paket itu. Kami mulai merasakan suasana 'hijau' sejak dari awal pertama menginjakkan kaki di sini. Baru di pintu masuknya saja saya sudah terkagum-kagum. Kita disambut burung-burung unik. Tertulis di sana, 'aku terbuat dari sampah PVC, cantik kan?'. MasyaAllah, kreatif banget, burung onta itu terbuat dari pipa bekas.

Bukan cuma itu, ada juga flaminggo dari daur ulang PVC. Mirip banget dengan flamingo asli dan benar-benar tidak akan menyangka kalau ini flamingo terbuat dari PVC.

Model-model daur ulang memang banyak ditampilkan di taman ini. Contoh lain lagi adalah alat-alat di tengah kolam di bawah ini. Semuanya dari barang bekas yang diolah sedemikian rupa sehingga bisa menghasilkan variasi nada. Pengunjung pun boleh mencoba memainkannya.

Ngomong-ngomong tentang daur ulang lagi, tulisan Eco Green Park di poto kedua itu ternyata adalah susunan tutup botol bekas lho. Mereka memang mengutamakan suasana cinta lingkungan dan mempromosikan pemanfaatan barang sisa atau barang bekas menjadi barang yang lebih berguna.

Siapa sangka coba kalau kumpulan barang elektronik rusak ini bisa menjadi gajah?

Ponsel usang tak laik pakai pun bisa jadi patung superhero lho, see this!

Contoh lainnya, di sana ada model biogas dengan bahan utama kotoran sapi. Gambar di bawah ini beberapa alat untuk mengolah biogas supaya bisa langsung dimanfaatkan untuk kompor gas misalnya.

Percaya nggak percaya, di Eco Green Park, pengunjung dijamin mendapat pengetahuan dan pengalaman baru. Di sana ada rumah pengolahan susu sapi, zona geologi tempat aneka batu dan fenomena alam dijelaskan, replika candi-candi mini, arena bermain parasit, contoh model bercocok tanam sayur-sayuran, model persawahan dari benih hingga panen, rumah hidroponik, Jungle Adventure dimana kita menyelamatkan hewan dari serangan pemburuan liar, dan beberapa jenis hewan dan tumbuhan. Semuanya bertema kelestarian lingkungan.

Tempat khusus lain di sana adalah Bambu Plaza. Aneka jenis serangga bisa kita jumpai di sana, baik yang hidup maupun yang sudah diawetkan. Sungguh luar biasa Sang Pencipta menghadirkan mereka ke muka bumi, hanya sebagian kecil dari mereka yang pernah saya temui di alam bebas. Siapa coba yang pernah ketemu serangga di bawah ini di alam bebas?

Eco Green Park tidak lepas dari satu kata, kreatif. Lihat saja kumpulan kupu-kupu yang membentuk dua orang melepas kupu di bawah. Ini dibuat dari 308 kupu-kupu dari 9 jenis lho. Eksotik sekali.

Bukan cuma kupu-kupu yang bisa dibentuk demikian, kumbang pun bisa. Seperti tulisan Eco Green Park di gambar pertama tulisan ini dan poto di bawah. Ini tersusun dari 554 kumbang tanduk atau dalam bahasa Lahat disebut kumbang 'ase-ase'. Terlepas dari pikiran bagaimana cara mereka mengumpulkan kumbang sebanyak itu, tapi ini keren 'kan ya.

Pengunjung juga dimanjakan dengan manipulasi visual Rumah Terbalik. Di sana saya bisa berjalan di atas atap, hehehe.

Pokoknya, Eco Green Park ini taman wisata-edukasi yang paling keren lah. Untuk para orang tua, saya sangat rekomendasikan untuk membawa anak-anak berlibur ke sini. Dobel untung, dapat pengetahuan dan tentu saja liburan. Jadikan liburan mereka bermakna dengan belajar cintai lingkungan dan jaga kelestarian alam.

Special thanks for Mbak Iis dan Kiyasah cantik yang sudah menemani ke Eco Green Park.

Kamis, 27 Agustus 2015

Kawah Putih Ciwidey

Dulu, saya pernah posting tentang hobiku yang unik, koleksi batu, tapi bukan batu akik yang akhir-akhir ini menjadi tren. Hehe, baru 'ngeh' orang-orang kalau tiap jenis batu memiliki arti tersendiri. Bukan hanya indah coraknya, tapi dari mana dan bagaimana ia bisa sampai ke kita itu semua menyimpan sejarah tersendiri yang menjadikannya 'batu berharga'. Begitu juga batu dari salah satu puncak tertinggi di Kabupaten Bandung ini.
 

Nah, di sini saya tidak akan bercerita tentang batu, tapi tentang tempat romantis dari mana batu ini berasal, yaitu Kawah Putih, Ciwidey. Siapa sih yang belum kenal tempat cantik ini?
 

Alhamdulillah, saya berkesempatan mengunjungi tempat ini di tahun 2011 lalu. Entah jalur mana yang kami lewati waktu itu, pokoknya kami datang ke tempat ini dengan mengendari motor dari Cibereum, Bandung dan sampai di sini. Perlu satu jam lebih perjalanan ke sana, tapi terbayar dengan indahnya pemandangan dan suasana yang bisa dilihat sepanjang jalan.

 
Dari kejauhan, aroma belerang sudah tercium lho. Jelas banget, putihnya kawah ini ada campur tangan unsur belerang dan kapur. Batu yang di gambar pertama, sampai sekarang pun (2015) masih beraroma belerang. Face mask menjadi penolong pertama saat itu. Namun, lama kelamaan bisa adaptasi juga sih. Berikut ini sejarah Kawah Putih yang saya salin dari papan informasi yang berada di kawasan Kawah Putih.

"Gunung Patuha oleh masyarakat Ciwidey dianggap sebagai gunung yang tertua. Namun Patuha konon berasal dari kata Pak Tua (sepuh), sehingga masyarakat setempat sering kali menyebutnya dengan nama Gunung Sepuh. Lebih dari seabad yang lalu, puncak Gunung Patuha dianggap angker oleh masyarakat setempat sehingga tak seorang pun berani menginjaknya. Oleh karena itu, keberadaan dan keindahannya pada saat tersebut tidak sempat diketahui orang.

Atas dasar beberapa keterangan, Gunung Patuha pernah meletus pada abad X sehingga menyebabkan adanya kawah (crater) yang mengerikan di sebelah puncak bagian barat. Kemudian pada abad XII kawah di sebelah kirinya meletus pula, yang kemudian membentuk danau indah. Pada tahuk 1837, seorang Belanda peranakan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1964) mengadakan perjalanan ke daerah Bandung Selatan. Ketika sampai di kawasan tersebut, Junghuhn merasakan suasana yang sangat sunyi dan sepi, tak seekor binatang pun yang melintasi daerah itu. Ia kemudian menanyakan masalah ini kepada mayarakat setempat, dan menurut masyarakat, kawasan Gunung Patuha sangat angker karena merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur serta merupakan pusat kerajaan bangsa jin. Karenanya, bila ada burung yang lancang berani terbang di atas kawasan tersebut, akan jatuh dan mati. Meskipun demikian, orang Belanda yang satu ini tidak begitu percaya akan ucapan masyarakat. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya menembus hutan belantara di gunung itu untuk membuktikan kejadian apa yang sebenarnya terjadi di kawasan tersebut. Namun sebelum sampai di puncak gunung, Junghuhn tertegun menyaksikan pesona alam yang begitu indah di hadapannya, dimana terhampar sebuah danau yang cukup luas dengan air berwarna putih kehijauan. Dari dalam danau itu keluar semburan lava serta bau belerang yang menusuk hidung. Dan terjawajablah sudah mengapa burung-burung tidak mau terbang melintasi kawasan tersebut.

Dari sinilah awal mula berdirinya pabrik belerang Kawah Putih dengan sebutan di jaman Belanda: Zwavel Ontginign Kawah Putih. Di jaman Jepang, usaha pabrik ini dilanjutkan dengan menggunakan sebutan Kawah Putih Kenzanka Yokoya Ciwidey, dan langsung berada di bawah pengawasan militer. Cerita misteri tentang Kawah Putih terus berkembang dari satu generasi masayarakat ke generasi masyarakat berikunya. Hingga kini mereka masih percaya bahwa Kawah Putih merupakan tempat berkumpulnya roh para leleuhur, bahkan menurut kuncen Abah Karna yang sekarang berumur sekitar 105 tahun dan bertempat tinggal di Kampung Pasir Hoe, Desa Sugih Mukti di Kawah Putih terdapat makam para leluhur, di antaranya Eyang Jaga Satru, Eyang Rangga Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barahak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha, Puncak Kauk, dipercaya sebagai tempat rapat para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Di tempat ini masyarakat sesekali melihat (secara gaib) sekumpulan domba berbulu putih (domba lukutan) yang dipercaya sebagai penjelmaan dari para leluhur.

Alam pemandangan di sekitar Kawah Putih cukup indah: dengan air danau berwarna putih kehijauan, sangat kontras dengan batu kapur putih yang mengitari danau tersebut. Di sebelah utara danau berdiri tegak tebing batu kapur berwarna kelabu yang ditumbuhi lumut dan berbagai tumbuhan lainnya. Franz Wilhelm Junghuhn kini sudah lama tiada, namun penemuannya yang dikenal dengan nama Kawah Putih masih tetap anggun mempesona sampai saat ini."

Big thanks to Anita Permatasari dan Papa Nita, ya..

Kamis, 20 Agustus 2015

Bandarlampung 2012

November 2012, teman-teman dan saya 'diundang' untuk menjadi keluarga 'plusplus' di suatu pernikahan saudara teman kami di Bandarlampung, Maya.  Saya sebut 'plusplus' karena kami adalah keluarga sejak mulai kuliah di fakultas yang sama. Jadi, kami nambah-nambahin jumlah anggota keluarga yang sedang berbahagia saat itu.

Kepergian kami ke Bandarlampung saat itu adalah pilihan yang penuh perjuangan. Pasalnya, kami mahasiswa beruntung berada di fakultas yang terkenal paling jarang libur dan di saat sedang jenuh-jenuhnya duduk kuliah eh ada tawaran silaturahim sekaligus refreshing ke provinsi paling selatan Pulau Sumatera. Walaupun kami sempat harus bersitegang dengan salah satu dosen ter-killer di kampus demi bisa pergi memenuhi undangan ini.

Kami berangkat dari Palembang pada Jumat malam. Dari kost-an selepas magrib menggunakan bus kota menuju Stasiun Kertapati Palembang. Kami memilih menggunakan kereta bisnis karena selain lebih terjangkau, kami juga ingin merasakan sensasi menggunakan kereta api malam. Saat itu jadwal kereta berangkat tepat pukul 21.00 WIB. KA Limex Sriwijaya yang akan mengantar kami ke Lampung.

Selama semalaman kami berada di kereta ini. Kami tiba di Stasiun Tanjung Karang sekitar pukul 07.00 WIB. Karena tahu akan lama di dalam kereta, kami sudah menyiapkan sesuatu. Lihatlah apa yang kami kerjakan selama di kereta:

Yap, kami bermain Monopoli Deal, permainan yang sedang naik daun di kalangan teman sekampus saat itu. Sempat menjadi perhatian orang se-gerbong lho: ini anak-anak pakai jilbab kenapa 'main kartu', hehe.

Sabtu, setelah menyegarkan badan dan santai, kami menuju suatu taman rekreasi yang cukup terkenal di Bandarlampung, yaitu Lembah Hijau. Di sana ada beberapa wahana, outbond, berbagai jenis hewan, aneka cottage unik, dan waterboom. Yang menjadi favorit kami adalah cottage unik. Di sinilah pertama kali kami melihat bangunan rumah seperti di bawah ini.

*maaf poto Maya diginiin, hehe

Setelah puas hunting poto di Lembah Hijau, kami merasakan panggilan alam: laper. Kuliner paling terkenal dari kota ini adalah Bakso Sony. Entah berapa banyak usaha ini sudah membuka cabang, banyak banget. Besar dan ramai sekali memang, rasa baksonyaaaa enak dan apa pun makanannya, minumnya tetap teh botol sosro (seperti iklan, hihi).

Minggu, acara inti keberangkatan kami. Akad nikah pada pagi hari dan acara resepsi malam hari.  Acara pernikahan termewah yang pernah kami kunjungi pada masa itu dengan konsep standing party. Untuk pertama kali juga saya menghadiri standing party, sampai kami harus duduk di tangga untuk mencicipi hidangan yang melimpah.

Setelah acara resepsi, kami langsung pamit kembali ke Palembang, kali ini menggunakan travel malam supercepat, karena Senin pagi kami sudah harus siap tutorial di kampus. Inilah poto kami (saya, Rika, Vivi, Kiky, Anita, Engki, Rangga, Feby, dan Agus) yang sudah siap menjadi keluarga 'plusplus'.

September 2015, bulan depan, kami diundang lagi menjadi keluarga 'plusplus'. Wait for the next story, ya!

Rabu, 19 Agustus 2015

18 Agustus

Satu hari setelah perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia, yaitu pada tanggal 18 Agustus, di sini, di kota Lahat selalu diadakan pawai alias karnaval keliling kota. Ini seperti pesta tahunan bagi seluruh warga Kabupaten Lahat. Semua instansi, kelompok umur, ragam budaya turut memeriahkannya. Ada barisan staf pegawai berbagai instansi pemerintah-swasta, barisan siswa-siswi sekolah dasar hingga menengah atas, barisan berbagai komunitas, iring-iringan mobil hias, dan yang paling ditunggu-tunggu warga yaitu barisan drum band kebanggan sekolah-sekolah. Hampir semua sekolah menengah memiliki grup drum band sekarang. Tidak tanggung-tanggung, semua peserta karnaval ini akan berjalan keliling kota Lahat menempuh jarak lebih dari 5 km di siang-sore hari. Walaupun terpanggang terik matahari, mereka sangat semangat.

Melihat ini di sini hari ini, seolah memutar kembali semua memori saat saya pernah terlibat langsung turun ke jalan seperti mereka. Dulu, sewaktu SMP, saya seperti mereka di grup senar drum band SMP Negeri 1 Lahat.

Sewaktu SMA, saya masuk di barisan seperti di bawah ini, apa ya namanya, dulu kami menyebutnya barisan PHD karena memakai pakaian putih-abu ala SMA Negeri 4 Lahat.

Di akhir perjalanan pawai, sama seperti mereka ini, saya juga duduk 'tepar' begini.

Banyak kenangan di jalanan ini tanggal ini beberapa tahun lalu. Yang paling berkesan, doa serta merta yang mengudara dari seseorang. Saat itu ia berada di barisan prestasi SMA Negeri 4 Lahat memegang papan yang bertuliskan namanya dan namaku di baliknya. Ia berhasil mewakili Propinsi Sumatera Selatan dalam suatu ajang lomba bertaraf nasional (zaman dulu ini sudah wah banget). Sayang saya belum berhasil tahun itu. Di akhir pawai, saya baru menyadari nama kami dalam satu papan, sontak saya berdoa, 'semoga saya bisa menggantikan nama kakak di papan depan itu ya' dan ia aminkan. MasyaAllah, tahun berikutnya saya yang berangkat mewakili Sumsel di lomba tersebut. Sayang poto papan itu lupa saya simpan dimana.

Sabtu, 15 Agustus 2015

Watervang, Lubuklinggau

Saya rasa semua tempat di bumi ini ada ke-khas-an masing-masing yang tidak akan dimiliki oleh tempat lainnya. Walaupun mirip, pasti akan tetap ada ciri khususnya. Ke-khas-an inilah yang menarik orang untuk mengunjungi tempat tersebut. Begitu juga Lubuklinggau ini.
Dulu sewaktu masih kecil, saya pernah diceritakan oleh seorang teman tentang wisata di Lubuklinggau, tersebutlah Watervang. Dalam imajinasi kecil saya, Watervang itu seperti waterboom yang banyak sekali arena permainannya. Saat itu teman saya menceritakannya dengan sangat antusias, heboh, dan membuat saya sangat ingin mengunjungi tempat itu. Alhamdulillah, setelah sekian belas tahun akhirnya kesampaian juga mengunjungi Watervang, Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Masih di September 2013, saat kami 'bertugas' di Lubuklinggau.
Ternyata Watervang itu adalah nama suatu wilayah di kota Lubuklinggau. Di sana ada bendungan yang dibangun pada zaman pendudukan Belanda. Tidak ada yang bisa ditanya secara gamblang tentang bendungan ini, hanya di lokasi tertulis "WATERVANG 1941" yang mencoba menjelaskan bahwa bangunan ini bernama Watervang dan dibangun pada tahun 1941. Bangunan ini membendung aliran Sungai Kelingi yang nantinya air akan didistribusikan untuk mengairi persawahan di kawasan Kabupaten Musi Rawas dan Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Selain untuk irigasi, Watervang ini juga menjadi salah satu tujuan wisata bagi pengunjung yang ingin menikmati jatuhnya air dari bendungan yang nampak seperti Niagara mini.
Lokasi Watervang tidak jauh dari pusat kota, hanya sekitar 5 km saja. Saat itu kami menggunakan angkot dari depan RS Sobirin dengan biaya Rp3.000,00 sampai simpang Watervang. Kami tambah Rp2.000,00 lagi untuk membujuk bapak angkot agar mau mengantar kami sampai lokasi. Walaupun sebenarnya tidak jauh dari simpang.
Di lokasi bendungan, kami melewati atas bendungan dengan menggunakan jembatan gantung. Sebagian ada yang sudah lapuk, jadi butuh kehati-hatian melewatinya. Saya herannya tuh ada banyak anak-anak yang dengan santainya berlari-lari di atas jembatan gantung ini dan tiba-tiba terjun ke dalam bendungan, tidak takut, malah tertawa terbahak-bahak. Luar biasa. Sahabat tidak perlu khawatir kelaparan atau kehausan, di sana ada beberapa kedai yang menjual aneka makanan dan minuman. Kabarnya sih yang terkenal di sana itu ada lotek dan mie ayam Watervang. Sayang kami hanya mencicipi mie ayam terkenal itu, loteknya habis saking larisnya.
Satu pesan dari bendungan Watervang ini, sejarah terukir dalam huruf-huruf. Ketika tidak ada orang yang bisa kita tanya tentang sesuatu, untaian huruf pun bisa menceritakan banyak hal. Inspirasi untuk terus menulis ya, Sahabat!

Jumat, 14 Agustus 2015

Fort Marlborough, Bengkulu

Melanjutkan cerita posting sebelumnya tentang Bengkulu.

Tidak jauh dari Pantai Panjang, terdapat cagar budaya yang menjadi saksi bisu sejarah masa penjajahan di Indonesia. Dialah Benteng Marlborough (Fort Marlborough). Benteng ini didirikan oleh East India Company (EIC) Inggris pada tahun 1713-1719 sebagai benteng pertahanan mereka selama menjajah negeri ini.

Kami memerlukan waktu sekitar 15 menit bersepeda dari Pantai Panjang untuk mencapai lokasi benteng. Yap, kami bersepeda, memanfaatkan waktu satu jam sewa sepeda, sambil olahraga, dan tentu saja hemat, hehe.

Di sepanjang jalan menuju benteng, ada banyak kedai yang menjual produk hasil alam lokal berupa aneka jenis ikan asin, teri, udang, dan cumi. Sahabat pun bisa melihat proses pembuatannya di sana.

Nah, tiba di benteng, kami langsung menjelajahi seisi benteng. Suasana mistik lumayan terasa sih di ruang-ruang remang. Kami tidak berlama-lama di sana. Kami lebih memilih hunting poto, haha. Sisi atap benteng yang mengarah ke kota Bengkulu dan pantai adalah lokasi favorit kami.

Sayang karena waktu, mengingat waktu sewa sepeda kami cuma satu jam, tidak banyak sisi benteng yang sempat kami abadikan dalam file jpg. Kami harus segera mengembalikan sepeda dan pulang. Saya berharap suatu saat nanti masih ada kesempatan mengunjungi benteng ini lagi plus wisata sejarah lainnya di Bengkulu seperti rumah pengasingan Bung Karno dan wisata alam lainnya untuk bisa mengabadikan si cantik Raflesia Bengkulu yang fenomenal itu. Next time ya.