Jumat, 26 Agustus 2016

Dengue

Bontang darurat infeksi Dengue!

Begitu menggebu rasanya ingin menyerukan frase di atas, tapi apa daya, status Kejadian Luar Biasa (KLB) lama terdeklarasi, padahal 'korban tewas' akibat keganasan virus ini sudah mencapai belasan jiwa. Entah dalih apa lagi yang digunakan untuk mengelak dari kenyataan bahwa memang Bontang sedang darurat Dengue. Haruskah ada korban baru lagi? Jelas, kami, tenaga kesehatan, dan saya rasa semua orang tidak ada yang menginginkan hal demikian terjadi.



Agustus 2016. Di Kota Bontang, bulan kemerdekaan tahun ini diwarnai dengan meningkatnya angka kejadian, angka kesakitan, dan angka kematian akibat demam berdarah dengue (DBD). Entah mengapa, penyakit ini tidak lagi mengenal musim, setiap hari sepanjang tahun, selalu ada pasien datang dengan demam tinggi mendadak dan trombosit rendah (trombositopenia). Sebagai rumah sakit rujukan di Bontang, dengan suka hati RSUD Taman Husada Bontang harus siap merawat semua pasien ini yang secara otomatis, kami (dokter internsip) juga terlibat di dalamnya.

Cerita tentang DBD, penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue (genus Flavivirus, famili Flaviviridae). Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan DBD. Semua serotipe ini ada di Indonesia dengan serotipe DEN-3 yang terbanyak.

Penularan infeksi ini terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes. Peningkatan penularan dan kejadian DBD diketahui berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina, yaitu penampungan berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, ban bekas, dan tempat lain yang dapat menampung air termasuk septic tank). Secara umum, penularan DBD ini bergantung pada 3 faktor utama: (1) vektor: perkembangbiakan nyamuk, gigitan nyamuk, kepadatan nyamuk, dan transportasi nyamuk di lingkungan; (2) pejamu: adanya penderita DBD di suatu lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap vektor, usia dan jenis kelamin; (3) lingkungan: sanitasi (paling penting), curah hujan, suhu, dan kepadatan penduduk.

Warga Bontang sempat panik setelah ada anak dari salah satu kelurahan di Kota Bontang yang meninggal akibat syok dengeu (DBD derajat IV). Anak demam sehari langsung dibawa berobat ke IGD untuk dilakukan cek darah. Saya maklum, warga khawatir terjadi hal yang sama pada anaknya. Namun, kita tetap harus mengetahui gejala infeksi dengue terlebih dahulu juga agar tidak keliru mengira-ngira penyakit anak apalagi sampai bersikap berlebihan.

Infeksi dengue menyebabkan dua penyakit yang gejalanya serupa, yaitu demam dengue/ dengue fever (DD/DF) dan demam berdarah dengue/ dengeu haemorraghic fever (DBD/DHF). Gejala utamanya sama, yaitu demam akut selama 2-7 hari yang bersifat bifasik, artinya ada fase tidak demam di antara demam. Sering kali orang tua merasa sudah tenang pada saat anak tidak demam dan tidak dibawa ke faskes untuk diperiksa, padahal itu adalah fase kritis yang jika tidak tepat penanganannya bisa berakibat fatal (seperti syok yang dapat menyebabkan kematian). Gejala lain yang menyertai demam dapat berupa nyeri kepala, nyeri di belakang mata, pegal-pegal, ruam kulit, manifestasi perdarahan (ruam kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah bercampur darah, atau buang air besar warna hitam pekat). Selain itu, infeksi dengue bisa dicurigai dari hasil pemeriksaan darah yang dapat berupa leukopenia, trombositopenia, peningkatan hematokrit, dan uji serologi positif.

Apakah DF dan DHF berbeda?
Secara umum gejala sama. Untuk menegakkan diagnosis DHF mesti ada bukti kebocoran plasma, seperti peningkatan hematokrit >20% untuk kelompok umur-usia-jenis kelamin yang sama, dan ada tanda berupa efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia. Yah, ini nanti dokter lah yang menentukan.

Mencegah lebih baik daripada mengobati.
Saya sangat setuju dengan pepatah ini. Infeksi dengue ini dapat dicegah. Masih ingat 3 faktor penting yang berperan dalam penularan infeksi dengue? Yap, itu kuncinya. Kontrol 3 faktor itu!

4 M PLUS
Mengubur-Menguras-Menutup-Memantau
plus
Predator alami (ikan)-Hindari Gigitan Nyamuk-Abatisasi-Berantas Nyamuk

Sayangnya, kebanyakan warga hanya paham mencegah penularan dengue dengan fogging, padahal fogging hanya berlaku untuk nyamuk dewasa. Jentik dan telur masih siap tumbuh menjadi infeksius. Kemudian pejamu atau penderita, sering kali kita lupa bahwa penderita adalah sumber virus, jadi bukan hanya orang sehat yang harus menghindari gigitan nyamuk, penderita pun harus tetap menghindari gigitan nyamuk. Selain itu, diperlukan kerja sama yang sangat baik antara warga-tenaga kesehatan-pemerintah untuk menghadapi perang dengue ini. Promosi kesehatan saja tidak akan cukup, butuh tindakan nyata untuk menang dalam perang ini sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan akibat virus satu ini. Cukup Agustus 2016 ini saja Bontang diserang, selanjutnya Bontang dan kota lain di seluruh dunia harus menang melawan si dengue nakal ini.


Suasana lorong Ruang Cempaka RSUD Taman Husada Bontang (Agustus 2016). Saking meluapnya pasien DBD, sampai harus disediakan bed tambahan di lorong-lorong seperti ini.

Minggu, 14 Agustus 2016

Ramadhan di Bontang: Sholat Ied (latepost)


Ini Idul Fitri pertama (mudah-mudahan satu-satunya) di luar kampung halaman, jauh dari tanah kelahiran, jauh dari keluarga sedarah. Namun, semua rencana dari Allah itu indah, alhamdulillah, saya bersama mereka, saudara-saudara baru, senasib seperantauan.




Jadi ceritanya, pagi sekitar pukul 06.00 WITA, kami sudah siap-siap berangkat ke Masjid Baiturrahman PKT untuk sholat Ied. Alhamdulillah ada mobil yang dipinjamkan oleh spesialis yang baik hati (dr.Novi A.,SpPD), jadi kami tidak perlu buru-buru berangkat (terima kasih banyak, Dokt..). Eh, ternyata masih tetap perlu jalan lumayan dari parkiran karena full kendaraan juga, masyaAllah, ramai sekali.

Sholatlah kami di sana. Hari itu khotib dari Surakarta, menyampaikan banyak ajakan kebaikan. Semua rangkaian ibadah selesai sekitar pukul 08.00 WITA. Setelah itu, kami belum ada agenda apa pun. Akhirnya, kami buat acara dadakan: poto-poto, hehehe.

Di saat orang-orang bersegera pulang, ketupat opor ayam lengkap gudegnya sudah menanti di rumah, kunjungan silaturahim ke keluarga, dan sungkeman, kami sibuk poto (karena semua yang disebut kami tidak punyaaaa, hikshiks). Ya, begini ternyata lebaran jauh dari rumah. Walaupun demikian, kami tetap bahagia, pasalnya banyak undangan sanjo-sanjo yang artinya, lebaran kami tetap dengan banyak makanan, hehehe.

Sabtu, 13 Agustus 2016

Tentang Full Day School

http://www.beritasatu.com/pendidikan/378510-mendikbud-gagas-pendidikan-dasar-full-day-school.html

Akhir-akhir ini media heboh membicarakan gagasan menteri pendidikan baru tentang full day school.


Itu baru satu dari sekian ribu berita yang ada tentang gagasan yang dinilai 'baru' itu. Konsep yang belum jelas apalagi matang itu menuai banyak pro dan kontra. Memang jika kita mengartikan per kata, seharian di sekolah itu suatu hal yang 'wow' banget. Memang, saya setuju, sekolah seharian lebih dari 8 jam itu memang luar biasa #pengalaman.





Nah, karena gagasan ini pun saya jadi mengenang masa-masa belajar di bangku SMA dulu. Kalau dipikir-pikir, ternyata SMA saya dulu itu sudah menerapkan full day school, 13 jam hampir. Itu dulu, tahun 2006-2009, sekarang sepertinya sudah tidak lagi diterapkan mengingat banyak hal yang kurang mendukung.

Saya alumni SMA Negeri 4 Lahat. Sebuah sekolah rintisan berstandar internasional yang terletak di pelosok Sumatera, tepatnya di Jalan Raya Tanjung Payang, Desa Tanjung Payang, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Di Kabupaten Lahat, ini adalah SMA yang diunggulkan, segudang prestasi tingkat lokal, regional, dan nasional sudah-sedang-dan akan selalu diukir, bahkan sudah go international.
http://sman4lahat.sch.id/


Saat belajar di sini dulu, jadwal kegiatan kami cukup padat. Jika dibandingkan sekolah lainnya, maka jadwal kami amat sangat padat. Umumnya, jadwal kami dulu begini:


06.45-07.00
kegiatan imtaq pagi: mengaji, zikir, tausiyah

07.00-09.30
kegiatan belajar-mengajar

09.30-10.00
istirahat I (biasanya teman-teman sholat Dhuha, ada juga yang jajan, hehe)

10.00-12.30
kegiatan belajar mengajar

12.30-14.00
istirahat II (sholat zhuhur berjama'ah, makan siang, istirahat beneran -> bisa tidur siang sebentar di asrama/aula/bawah pohon/di mana pun yg memungkinkan, hahaha)

14.00-15.30
bimbingan belajar sore

15.30
sholat ashar berjama'ah, kemudian pulang (ke rumah atau asrama)

18.00-19.30
kegiatan imtaq sore
sholat maghrib dan isya berjama'ah, kajian Alquran, hadist, fiqih, qiroati, praktik seputar kegiatan ibadah di masyarakat, nonton bareng wawasan islamiyah (biasanya film Harun Yahya, ceramah Dr. Zakir Naik, film perjuangan Islam)

19.30-21.30
bimbingan belajar malam



Yah, begitulah kira-kira garis besarnya. Jadwal seperti itu rutin kami jalani dari Senin-Kamis. Jumat, spesial olahraga di pagi hari, imtaq (keputrian dan sholatvjum'at berjama'ah) di siang hari, dan kegiatan ekstrakurikuler di sore harinya, tidak ada bimbingan belajar sore ataupun malam, kecuali anak-anak yang dipersiapkan ikut lomba tingkat kabupaten/provinsi/nasional. Sabtu, sekolah hanya sampai pukul 13.00 karena memberi kesempatan bagi siswa asrama yang hendak pulang ke rumah menemui orang tuanya (fyi, siswa di sini tidak hanya berasal dari dalam Kecamatan Lahat, ada juga dari kecamatan lain bahkan kota lain di sekitar Lahat yang lumayan jaraknya dari kota Lahat sendiri).

Selama kami menjalani jadwal itu, capek ya pasti, tapi kami happy juga. Kami tidak perlu sibuk cari les di luar sekolah untuk mendukung akademik, ilmu terkait agama pun kami dapatkan dari sekolah, belajar pun lebih semangat karena bersama teman-teman yang semangat juga, dan yang pasti kami dapatkan pengawasan dan bimbingan guru untuk sedikit 'dipaksa' belajar yang belum tentu kami dapatkan di rumah. Senangnya lagi, kami dibebastugaskan dari yang namanya pekerjaan rumah alias PR.

Pola seperti ini akan berjalan baik jika sarana dan prasarana mendukung, ada tenaga pengajar yang kompeten, serta tekad siswa yang didukung penuh oleh orang tua untuk lebih baik lagi mencapai cita-cita. Saya bukan setuju diterapkan full day school, tapi jika memang manfaat yang diperoleh lebih banyak tidak ada salahnya diterapkan, tentunya dengan mempersiapkan semuanya dengan matang terlebih dahulu, semuanya ya, bukan setengah-setengah. Jangan sampai ada yang menjadikan suatu masa/periode pendidikan sebagai fase 'coba-coba' lagi.

Terima kasih terbesarku untuk semua guru Indonesia, terutama guru-guruku di TK-kuliah, sekolah-pengajian-les, semuanya. Kalian memang pelita dalam kegelapan, pahlawanku!