Senin, 23 Mei 2016

Selalu Ada

setapak demi setapak
mengukir jejak demi jejak
tak peduli sejauh apa melangkah
di sini, di sana
dulu, sekarang
mereka ada
selalu ada

Kamis, 05 Mei 2016

Dilema Pasien KLL

Gawat Darurat. Identik dengan kasus-kasus yang gawat dan atau darurat, ya walaupun kadang ada juga batuk-pilek-panas-mencret akut datang juga ke IGD, tentang salah satu kasus yang sering kita jumpai di sini, yaitu kasus kecelakaan lalu lintas.

Kalau di jalan melihat kecelakaan, pasti yang terbayang pertama adalah kondisi pengendara yang luka, cedera, atau meninggal. Tempat pertama yang terpikir bisa dipastikan juga adalah rumah sakit terdekat. Tanpa pikir-pikir panjang, yang masih bisa diselamatkan langsung dibawa ke rumah sakit, lebih spesifiknya unit gawat darurat. Tapi tahukah kalau ternyata ada dilema di sana?

Mereka para pasien korban atau pelaku kecelakaan lalu lintas tidak serta merta semua biaya perawatan langsung ditanggung oleh jasa jaminan kesehatan yang mereka miliki. Padahal kebutuhan akan perawatan itu mendesak, bersifat darurat, dan sering kali perlu segera.


Kembali lagi, ini masalah administrasi. 'Bagi pasien KECELAKAAN pengguna asuransi untuk segera mengurus Surat Keterangan Kepolisian, supaya asuransi dapat segera digunakan'. Begitu bunyi salah satu pengumuman yang tertempel di pintu IGD. Tentu bagi yang paham, akan mudah mengurus ini dan itu surat-menyurat yang dimaksud, tetapi bagi sebagian dari mereka yang lain, itu butuh penjelasan berkali-kali hanya agar sekedar 'paham' saja terlebih dahulu. Untung-untung tidak mengamuk di IGD gegara biaya perawatan/pengobatan tidak bisa ditanggung jaminan kesehatan.



Alhamdulillah di IGD RSUD Taman Husada Bontang ada banner yang menjelaskan alur dan tata cara agar biaya perawatan pasien kecelakaan lalu lintas bisa dijamin oleh jasa raharja. Namun ada catatan, kecelakaan tunggal kendaraan bermotor pribadi di luar jaminan jasa raharja. Hehe, masih tetap bersyarat juga.

Sebenarnya sistem seperti ini bagus, mereka yang kecelakaan akan terdata di kepolisian dan jasa raharja. Tetapi jujur, ini ribet dan tidak praktis. Mereka sudah kecelakaan, sakit, diperberat lagi dengan urusan surat-menyurat jaminan, Subhanallah. Mungkin tidak masalah bagi mereka yang mampu dan ber-uang, tapi bagi mereka yang  kesulitan dana?

Jadi ceritanya, saya tertarik menulis ini karena ada seorang pasien remaja usia 16 tahun kecelakaan tunggal saat mengendarai motor sendiri di suatu jalan raya. Bagian perut kiri atas terbentur stang hingga menimbulkan jejas berbentuk bulat di bawah iga kiri. Klinis awal baik, hanya kesakitan dengan VAS 2-3. Setelah di-USG, ternyata ada cairan bebas di Morrison pouch yang diduga berasal dari lien yang ruptur. Cek Hb serial pun dilakukan, hasilnya Hb semakin menurun dari jam ke jam. Sayangnya, pihak keluarga tidak mengerti, mereka minta pasien dibawa pulang saja, walaupun sudah dijelaskan a-z tentang kondisi pasien itu. Mungkin lebih tepat bukan tidak mengerti, tapi ngeri.

Keluarga 'ngeri' dengan bayangan berapa besar biaya perawatan rumah sakit, berapa biaya operasi, biaya hidup keluarga lain yang akan menunggu di rumah sakit, dan lain-lainnya. Pasien punya jaminan kesehatan, tapi karena masih di bawah 17 tahun dan tidak punya SIM, kecelakaan motor, tunggal pula, melapor ke polisi untuk mendapat surat pengurusan jaminan kesehatan sama saja menjebloskan pasien ke pelanggaran lalu lintas, ya walaupun memang begitu. Karena ini kecelakaan tunggal, itu pun jadi di luar jaminan. Jadi? jaminan kesehatan yang digembar-gemborkan menjamin semua warga negara Indonesia itu tidak dapat digunakan.

Pasien harus segera dioperasi untuk menghentikan ongoing internal bleeding. Demi keselamatan pasien, kami pun berusaha agar keluarga mau pasien dirawat. Alhamdulillah, operasi lancar. Namun, masalah belum usai, pasien dirawat di PICU, biaya lagi. Subhanallah. Entah berapa total biaya yang akhirnya dikeluarkan keluarga untuk perawat pasien remaja itu. Semoga Allah memberikan kelapangan bagi pasien-pasien sejenis beserta keluarga mereka.

Intinya, ini sistem yang sudah dibakukan menjadi peraturan di Indonesia. Sebagai masyarakat Indonesia yang baik, mulai saat ini mesti jauh harus lebih hati-hati, tidak boleh kecelakaan, dan harus selalu sehat ya. Masyarakat Indonesia tidak boleh sakit. Bukankah mencegah tetap lebih baik daripada mengobati?