Bontang darurat infeksi Dengue!
Begitu menggebu rasanya ingin menyerukan frase di atas, tapi apa daya, status Kejadian Luar Biasa (KLB) lama terdeklarasi, padahal 'korban tewas' akibat keganasan virus ini sudah mencapai belasan jiwa. Entah dalih apa lagi yang digunakan untuk mengelak dari kenyataan bahwa memang Bontang sedang darurat Dengue. Haruskah ada korban baru lagi? Jelas, kami, tenaga kesehatan, dan saya rasa semua orang tidak ada yang menginginkan hal demikian terjadi.
Agustus 2016. Di Kota Bontang, bulan kemerdekaan tahun ini diwarnai dengan meningkatnya angka kejadian, angka kesakitan, dan angka kematian akibat demam berdarah dengue (DBD). Entah mengapa, penyakit ini tidak lagi mengenal musim, setiap hari sepanjang tahun, selalu ada pasien datang dengan demam tinggi mendadak dan trombosit rendah (trombositopenia). Sebagai rumah sakit rujukan di Bontang, dengan suka hati RSUD Taman Husada Bontang harus siap merawat semua pasien ini yang secara otomatis, kami (dokter internsip) juga terlibat di dalamnya.
Cerita tentang DBD, penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue (genus Flavivirus, famili Flaviviridae). Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan DBD. Semua serotipe ini ada di Indonesia dengan serotipe DEN-3 yang terbanyak.
Penularan infeksi ini terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes. Peningkatan penularan dan kejadian DBD diketahui berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina, yaitu penampungan berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, ban bekas, dan tempat lain yang dapat menampung air termasuk septic tank). Secara umum, penularan DBD ini bergantung pada 3 faktor utama: (1) vektor: perkembangbiakan nyamuk, gigitan nyamuk, kepadatan nyamuk, dan transportasi nyamuk di lingkungan; (2) pejamu: adanya penderita DBD di suatu lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap vektor, usia dan jenis kelamin; (3) lingkungan: sanitasi (paling penting), curah hujan, suhu, dan kepadatan penduduk.
Warga Bontang sempat panik setelah ada anak dari salah satu kelurahan di Kota Bontang yang meninggal akibat syok dengeu (DBD derajat IV). Anak demam sehari langsung dibawa berobat ke IGD untuk dilakukan cek darah. Saya maklum, warga khawatir terjadi hal yang sama pada anaknya. Namun, kita tetap harus mengetahui gejala infeksi dengue terlebih dahulu juga agar tidak keliru mengira-ngira penyakit anak apalagi sampai bersikap berlebihan.
Infeksi dengue menyebabkan dua penyakit yang gejalanya serupa, yaitu demam dengue/ dengue fever (DD/DF) dan demam berdarah dengue/ dengeu haemorraghic fever (DBD/DHF). Gejala utamanya sama, yaitu demam akut selama 2-7 hari yang bersifat bifasik, artinya ada fase tidak demam di antara demam. Sering kali orang tua merasa sudah tenang pada saat anak tidak demam dan tidak dibawa ke faskes untuk diperiksa, padahal itu adalah fase kritis yang jika tidak tepat penanganannya bisa berakibat fatal (seperti syok yang dapat menyebabkan kematian). Gejala lain yang menyertai demam dapat berupa nyeri kepala, nyeri di belakang mata, pegal-pegal, ruam kulit, manifestasi perdarahan (ruam kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah bercampur darah, atau buang air besar warna hitam pekat). Selain itu, infeksi dengue bisa dicurigai dari hasil pemeriksaan darah yang dapat berupa leukopenia, trombositopenia, peningkatan hematokrit, dan uji serologi positif.
Apakah DF dan DHF berbeda?
Secara umum gejala sama. Untuk menegakkan diagnosis DHF mesti ada bukti kebocoran plasma, seperti peningkatan hematokrit >20% untuk kelompok umur-usia-jenis kelamin yang sama, dan ada tanda berupa efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia. Yah, ini nanti dokter lah yang menentukan.
Mencegah lebih baik daripada mengobati.
Saya sangat setuju dengan pepatah ini. Infeksi dengue ini dapat dicegah. Masih ingat 3 faktor penting yang berperan dalam penularan infeksi dengue? Yap, itu kuncinya. Kontrol 3 faktor itu!
4 M PLUS
Mengubur-Menguras-Menutup-Memantau
plus
Predator alami (ikan)-Hindari Gigitan Nyamuk-Abatisasi-Berantas Nyamuk
Sayangnya, kebanyakan warga hanya paham mencegah penularan dengue dengan fogging, padahal fogging hanya berlaku untuk nyamuk dewasa. Jentik dan telur masih siap tumbuh menjadi infeksius. Kemudian pejamu atau penderita, sering kali kita lupa bahwa penderita adalah sumber virus, jadi bukan hanya orang sehat yang harus menghindari gigitan nyamuk, penderita pun harus tetap menghindari gigitan nyamuk. Selain itu, diperlukan kerja sama yang sangat baik antara warga-tenaga kesehatan-pemerintah untuk menghadapi perang dengue ini. Promosi kesehatan saja tidak akan cukup, butuh tindakan nyata untuk menang dalam perang ini sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan akibat virus satu ini. Cukup Agustus 2016 ini saja Bontang diserang, selanjutnya Bontang dan kota lain di seluruh dunia harus menang melawan si dengue nakal ini.
Suasana lorong Ruang Cempaka RSUD Taman Husada Bontang (Agustus 2016). Saking meluapnya pasien DBD, sampai harus disediakan bed tambahan di lorong-lorong seperti ini.