Masih di Bontang, Kalimantan Timur. Masih dalam rangka kehidupan internsip di tanah rantau..
Pagi itu, 12 September 2016, solat ied di Masjid Baiturrahman PKT, Bontang. Suasananya lebih ramai dari solat idul fitri, mungkin karena banyak warga Bontang yang tidak mudik, sama seperti kami ini. Pak ustadz khotib dalam khutbahnya mengisahkan tentang sejarah qurban, sejh ibadah dalam runtutan haji. Tak tanggung, pak ustadz didatangkan khusus dari Jakarta. Satu hal yang saya sukai ya itu, panitia ibadah di sini totalitas banget.
Berbeda dengan di tanah kelahiran saya (Lahat, Sumatera Selatan), di Bontang ini agenda idul adha/ idul qurban memang benar-benar yang utama adalah prosesi qurbannya itu sendiri. Jika di Sumatera Selatan setelah solat ied warga masih silaturahim ke tetangga sekitar rumah (istilahnya pantauan) atau masih kumpul-kumpul dulu baru ke masjid lagi untuk potong hewan qurban, di Bontang warga langsung siap menyembelih qurban tidak lama setelah solat ied selesai. Tapi berbeda dengan kami anak rantau, agenda kami adalah siap dokumentasi, tak lupa poto dengan latar belakang hewan qurban, dan siap terima undangan dari mereka yang open house, hmhm.
Pemotongan hewan qurban di Masjid Baiturrahman PKT Bontang terbilang jauh lebih modern dari berbagai tempat di Indonesia. Di saat tahun lalu orang nomor satu di DKI Jakarta sibuk melarang potong hewan qurban di sekitaran masjid, mesti di tempat pemotongan hewan karena alasan hieginitas, di sini sudah
lama terbiasa potong hewan qurban di satu tempat khusus di samping pelataran masjid.
Proses pemotongan hewan pun sangat elegan. Awalnya sapi dimasukkan ke dalam benda serupa kandang kecil (yang berwarna hijau itu), beberapa bagian tubuh diikat (kaki depan, kaki belakang, perut, dada, dan moncong). Kandang itu bisa dipisah menjadi dua sehingga sapi hanya terikat pada salah satu sisi kandang. Selanjutnya, sapi digulingkan. Karena sudah terikat rapi, sapi tidak berontak sama sekali, bahkan tampak terbaring tenang. Leher sapi diletakkan tepat di atas saluran pembuangan. Lalu penyembelih sapi membaca doa yang disiapkan panitia, Bismillahi Allahuakbar, tidak sampai 30 detik sudah selesai disembelih.
Selama beberapa menit setelah disembelih, sapi dibiarkan terbaring. Darah dan kotoran dari perut keluar melalui esofagus dan arteri/vena besar di leher. Setiap ada yang muncrat keluar dari saluran pembuangan, darah/kotoran tersebut
langsung disemprot air bersih. Jadi, proses penyembelihan bersih, tempatnya bersih, daging pun bersih karena darah/kotoran sudah banyak yang keluar selama penyembelihan. Luar biasa memang proses penyembelihan hewan secara Islami ini.
Setelah diyakini sapi sudah mati (kabarnya ditandai dengan tidak ada lagi gerakan ekornya), sapi diangkut menggunakan forklift ke bagian pemotongan daging. Ini menambah kesan modern proses penyembelihan hewan qurban di Masjid Baiturrahman PKT Bontang dan ini kali pertama saya melihat proses pemotongan seperti ini. Teman-teman yang asalnya dari Medan, Purawakarta, dan Bekasi pun bilang mereka juga baru pertama melihat yang seperti ini karena di daerah asalnya masih menggunakan cara tradisional, sama seperti di Lahat dan Palembang, Sumatera Selatan.
Setelah dokumentasi, agenda kami selanjutnya adalah memenuhi hak saudara kami sesama muslim, yaitu memenuhi undangan, hmhm. Poto di atas diambil di depan rumah dr.Hidayat,SpB. Kami diundang dalam rangka idul adha. Menu utamanya adalah kambing guling, slurppp yammi, enak banget, alhamdulillah..
Dari semua agenda hari itu, sebenarnya satu esensinya, yaitu berqurban. Bukan hanya sekedar prosesi sembelih sapi atau kambing, tapi makna di balik semua kegiatan tersebut. Berqurban adalah refleksi tanda kesyukuran kita terhadap nikmat yang telah banyak diberikan kepada kita. Maka dari itu, mari kita berusaha untuk senantiasa berlapang-lapang dalam berqurban (sekali dalam setahun lho) karena semakin kita bersyukur akan semakin bertambah nikmat yang kita dapatkan. Ayok semangat berqurban lagi tahun depan!